Sulap Lahan Kosong untuk Tanaman Pangan Keluarga



Wabah virus corona atau sering disebut COVID-19 sangat berpengaruh pada seluruh aspek kehidupan manusia. Dalam bidang pendidikan, salah satunya, mengakibatkan kurang maksimalnya proses belajar mengajar karena dilakukan secara daring/online. Dalam bidang sosial-budaya, setiap orang diupayakan jaga jarak (social distancing/phsycal distancing), tidak bersalaman apalagi berpelukan. Pengaruh paling besar adalah dalam aspek ekonomi.


Lestarikan Lingkungan dengan Mengolah Lahan Sempit dan Barang bekas


Banyak perusahaan yang mengurangi pekerja/karyawan akibat pendapatan menurun, petani mengeluh harga penjualan barang menurun, namun harga pembelian di pasar tidak turun, harga pupuk naik bahkan langka. Siapa yang salah? Kita tidak perlu menyalahkan orang lain, mari saling bekerjasama memajukan perekonomian negara kita Indonesia. Salah satu cara untuk bertahan dalam situasi saat ini dan dapat dilakukan oleh semua kalangan adalah bertani. Bertani tidak harus dilakukan di lahan yang luas, kita dapat memanfaatkan lingkungan rumah yang layak untuk bercocok tanam. Iya, contohnya memanfaatkan halaman rumah. Mungkinkah? Sangat mungkin. Dengan lahan sempit kita juga dapat memperoleh penghasilan tambahan.


Lahan sempit yang dimaksud adalah lahan di sekeliling rumah tempat tinggal yang masih kosong atau belum dimanfaatkan. Tidak luas dan sangat terbatas, ukurannya kira-kira 2×5 meter atau 10m2 saja. Lahan sempit yang tersedia bisa saja ada di pekarangan, samping kiri-kanan rumah, dan belakang rumah. Di perkotaan yang disebut lahan sempit yaitu tanah yang benar-benar sempit, lantai rumah, dinding rumah, teras rumah, tembok rumah dan bahkan sampai atap rumah. Banyak keluarga atau indivudu memanfaatkan lahan sempit di sekitar rumah hanya untuk menanam beberapa jenis tanaman hias saja. Hendaknya setiap keluarga harus lebih kreatif dalam memanfaatkan lahan sempit yang ada di pekarangan rumah. Keluarga diharapkan mampu mengubah lahan sempit menjadi lahan produktif yang menghasilkan pangan sehat, bergizi dan lestari seperti yang dilakukan oleh Bapak Buha Simbolon.


Bapak Buha Simbolon bekerja di Caritas Pengembangan Sosial Ekonomi (PSE) Keuskupan Agung Medan dan Istrinya bekerja sebagai guru di sekolah SLB-C Santa Lusia Pematangsiantar. Perbedaan tempat kerja mengakibatkan mereka harus tinggal di dua tempat, yaitu Medan dan Pematangsiantar. Dalam bahasa Batak sering disebut “Mardua Huta”. Bekerja dari rumah atau work from home memberi kesempatan kepada bapak Buha Simbolon menikmati lebih banyak waktu bersama istrinya Santa Lumbantoruan tinggal di Pematangsiantar. Kesempatan ini juga digunakan untuk menyulap halaman rumah mereka menjadi lahan pertanian yang sejuk dipandang mata.


Lahan sempit tidak menjadi penghalang untuk berkreasi. Mereka memanfaatkan polybag, botol plastik bekas dan tanah sisa pembakaran sebagai media tanam. Selain itu, sisa-sisa makanan, air bekas cucian beras dan kulit buah-buahan juga dimanfaatkan sebagai pupuk organiknya. Di lahan yang berukuran kurang lebih 9 x 3 meter itu, Bapak Buha Simbolon sudah dapat menanam kira-kira 200 batang sayur dan beberapa batang bawang, jahe, kemangi, terong, mentimun, tomat ceri (“rengge-rengge” dalam bahasa Batak), cabai merah dan cabai rawit serta memelihara ikan lele dalam ember.


Semua tanaman ini ditanami di dalam polybag dan barang-barang bekas. Setelah 7 minggu sayur dan timun sudah dapat dipanen, dan hasil panennya cukup memenuhi kebutuhan sehari-hari selama 1 minggu untuk 2 rumah tangga. Tidak terlalu banyak, namun cukup dan lebih terjamin kualitas dan higienis nya karena banyak menggunakan pupuk organik. Selain itu kegiatan ini juga dapat mengurangi pencemaran lingkungan karena pemanfaatan limbah rumah tangga sebagai pupuk organik; hemat waktu karena kegiatannya dilakukan disela-sela waktu bekerja dari rumah; menghemat pengeluaran karena tidak perlu pergi ke pasar untuk belanja sayuran, dan yang paling penting, yakni sangat mengurangi potensi penularan virus COVID-19 karena tidak pergi ke pasar dan melakukan transaksi jual-beli menggunakan uang.


Perlu disadari bahwa mengelola lahan sempit adalah sebagai sumber ekonomi. Contoh kecil yang harus disadari, setiap keluarga pasti mengkonsumsi sayuran setiap hari minimal Rp10.000 kali 30 hari dalam sebulan, maka pengeluaran keluarga diperhitungkan kebutuhan sayuran Rp 300.000 /bulannya. Apabila Anda mengelola lahan sempit disekitar rumah dan mampu memenuhi kebutuhan tersebut, maka keluarga Anda sudah menabung Rp 300.000 /bulannya. Yang menjadi pertanyaan, apakah Anda dan saya dapat melakukannya? Iya, pasti.


Mari kita bersama-sama melakukannya dari lingkungan keluarga kita. Dengan memanfaatkan lahan di sekitar rumah kita dapat menyalurkan bakat dan hobi bertani. Kita juga mengurangi limbah plastik dan pencemaran lingkungan dengan memanfaatkan botol plastik bekas, plastik gula bekas, peralatan rumah tangga yang sudah tidak dapat digunakan di rumah sebagai media tanam dan sisa-sisa makanan sebagai pupuk. Kegiatan ini juga salah satu cara mendukung Ensiklik Laudato Si oleh Paus Fransiskus. Mengapa kita harus menjaga kelestarian lingkungan?


Menjaga kelestarian lingkungan adalah salah satu cara untuk menjaga bumi dan bumi adalah rumah kita bersama. Dalam nyanyian yang indah, Santo Fransiskus dari Assisi mengingatkan kita bahwa rumah kita bersama bagaikan saudari yang berbagi hidup dengan kita dan seperti Ibu yang jelita yang menyambut kita dengan tangan terbuka. “Terpujilah Engkau, Tuhanku, karena Saudari kami, Ibu Pertiwi yang menopang dan mengasuh kami, dan menumbuhkan berbagai buah-buahan, beserta bunga warna-warni dan rerumputan”. Saat ini rumah kita sedang menderita. Polusi udara terjadi di mana-mana, bukan hanya di kota besar akibat asap kendaraan dan pabrik, di pedesaan juga sudah banyak pencemaran terjadi akibat pembakaran hutan sembarangan. Persediaan air bersih semakin berkurang akibat limbah dan sampah yang dibuang ke sungai/air. Banjir semakin sering terjadi akibat banyak hutan sudah digundul/ditebang untuk pembukaan lahan kebun kelapa sawit. Tanah sudah tandus akibat penggunaan zat kimia berlebihan oleh para petani.


Bagaimana kita harus mengobatinya?


Entah beriman atau tidak, kita sekarang sepakat bahwa bumi pada dasarnya adalah warisan bersama, buahnya harus menjadi berkat untuk semua. Bagi orang-orang beriman ini merupakan soal kesetiaan kepada Sang Pencipta, karena Tuhan lah yang menciptakan dunia untuk semua. Allah menganugerahkan bumi kepada seluruh umat manusia agar menjadi sumber kehidupan bagi seluruh anggotanya tanpa kecuali. (Ensiklik Laudato Si, hal. 70). Mari kita bersama-sama memulai dari hal yang paling sederhana, yaitu membuang sampah pada tempatnya, mengurangi penggunaan plastik, memanfaatkan barang bekas yang masih layak digunakan, mengolah sampah yang masih bisa digunakan seperti sampah organik, dan menanam pohon/tanaman di pekarangan rumah.


Selamat Hari Lingkungan Hidup Sedunia, 5 Juni 2020.  Selamat mencoba bertani di pekarangan rumah dan mencoba pertanian organik.

Salam sehat dan tetap semangat.


oleh Ekaristi Sidauruk S.Pd. (Penulis merupakan salah satu tenaga pendidik di SLB-C Santa Lusia Pematangsiantar)

Sumber: komsokam

Post a Comment

Previous Post Next Post

Script Iklan Tengah Artikel

Iklan Sticky Adsense